Minggu kedua di bulan Januari
2019, hari ini seharusnya adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur
semesteran digabung sama libur natal dan tahun baru, cukup lama liburnya, lebih
kurang dua mingguan. Tapi si nak lajang menolak berangkat sekolah
pagi ini, dengan alasan beliau tidak suka sekolah, semua yang ada di sekolah
jahat sama dia, jahat bagaimana? Katanya suka pukul-pukul. Emaknya ini hanya bisa
inhale exhale aja seperti biasa.
Sebenernya saya ini penganut homeschooling, tapi apa daya lingkungan
tidak mendukung,
Bagi orang yang kurang faham
mengenai Homeschooling (HS) ini, mereka berfikir kalau tidak sekolah itu tidak
belajar. Padahal semua yang ada disekitar kita bisa jadi pembelajaran untuk siapa
saja, baik saya, anda, apalagi anak saya (lagi bahas anak saya toh hihihihi).
Siapa saja bisa jadi gurunya, bahkan adek
batita pun bisa jadi guru. Saya pribadi lebih
suka anak saya, ketika masih diusia dibawah 10 tahun, fokus belajar untuk memiliki
akhlak yang baik, Akhlakul Karimah, saya lebih suka dia mebiasakan diri menjadi
anak yang lemah lembut dalam berbicara, terbiasa mengucapkan kata “tolong” jika
ingin minta bantuan, mengucapkan “terima kasih” apabila telah dibantu, dan
tidak malu untuk meminta maaf apabila telah melakukan kesalahan. Yang sayang pada saudaranya, dan menghormat
orang yang lebih tua.
Pelajaran matematika, bahasa
inggris, dan lainnya bisa dipelajari dalam periode tertentu, tapi
kebiasaan-kebiasaan baik harus ditanamkan sejak dini agar mendarahdaging hingga
dia dewasa. Nah, seringnya
pelajaran-pelajaran kebiasaan baik ini tidak didapat di sekolah formal, dari
rumah lah semua ini bermula.
Jadi singkat cerita, saya
sekolahkan juga anak saya ini, karena ya itu tadi, lingkungan saya kurang
mendukung untuk saya berHS. Lama juga saya
mensurvey sekolah-sekolah ini, mencari sekolah seperti yang saya inginkan, atau
paling tidak yang mendekati kriteria saya. Banyak plus minusnya, ada yang menurut saya sistem
sekolahnya bagus, tapi terlalu jauh dari rumah, atau biayanya terlalu
mihil. Ada yang dekat atau murah tapi
saya tidak suka sistemnya.
Tapi akhirnya setelah jatuh
bangun aku mengejarmu (eh), saya akhirnya menemukan sekolah yang mendekati
kriteria yang saya inginkan, Alhamdulillah. Sekolah ini, pertama, muridnya hanya
sembilan atau sepuluh siswa saja di tiap kelasnya. Jadi, wali kelas atau
gurunya bisa dengan mudah mengawasi siswanya, lebih efektif melihat perkembangan
mereka.
Yang kedua, pelajarannya seimbang antara ilmu dunia dan ilmu agama, atau keknya lebih banyak ilmu agama yang
diajarkan. Yang ketiga, biaya sekolah yang terjangkau, tak berjeti-jeti seperti sekolah-sekolah bagus yang ada sekarang ini
dan yang awak udah survey
kemaren-kemaren, emang sih fasilitas-fasilitas
yang ditawarkan sungguh sangat menggiurkan para orang tua, tapi uang masuknya itu
lho, bisa jadi DP buat beli rumah mak atau paling dikit buat beli sepeda motor….
Terus….
Jam sekolahnya, terutama untuk
kelas satu SD hanya sampai jam 11 saja. No
full day. Karena kan ada saya di rumah, kenapa berlama-lama di sekolah.
Back to laptop, seperti diawal
tak ceritain, Lintang menolak sekolah pagi ini, bukan hari ini aja
sebenernya beliau menolak untuk sekolah, ada beberapa kali dah kejadian kek
gini. Dan biasanya ayahnya bisa
membujuknya, entah diiming-imingi apa, dia bisa pergi sekolah dengan
gembira. Tapi saya pribadi, bukan ibu
yang sabaran dan kurang bisa negosiasi dengan anak agar beliau mau berangkat
sekolah tanpa ada tekanan, padahal dah
dijanjiin beli es krim sepulang
sekolah nanti, atau kasi uang untuk ditabung. Tapi gak berhasil, dan saya juga tidak pernah memaksa kalo memang hari
ini gak mau berangkat sekolah ya sudah, asal di rumah kita belajar
sama-sama. Dan Alhamdulillah Lintang
anak yang suka belajar. Tapi dia juga suka handphone
(huwaaaaa).
Cerita Handphone bentar ya mak. Saya
menerapkan aturan penggunaan handphone
di rumah. Lintang boleh menggunakan handphone hanya kalau main handphonenya di
dekat saya. Dan ada waktunya. Saya memperbolehkan Lintang main handphone selama 30 menit setiap selesai
sholat dzuhur dan ashar.
Balek lagi cerita gak mood sekolah. Jadi, kami pun belajar di rumah. Sebenernya emaknya ini pengen kami murojaah surah, saya pengen ngecek tahsin surah Alfatihah, tapi
anaknya malah pengen belajar matematika (inhale
exhale lagi emaknya).
Ya sudah, kami pun belajar
matematika. Belajar mengenai ratusan ribu. Ujung-ujungnya contohnya adalah uang. Tapi Lintang maunya menggambar uang, jadi lah
menggambar uang. Disertai dengan sedikit penjelasan; uang seratus ribu nolnya
berapa, uang lima puluh ribu nolnya berapa. (tak seperti yang diharapkan emak)
saya pengen dia tau letak ratusan ribu, puluhan ribu, ratusan, puluhan dan
satuan. Tapi tak terlaksana. Trus kami
latihan penambahan jalan ke bawah (apa ya istilahnya itu).
Saya tagih dia untuk murojaah
tahsin, tapi dia gak mau morajaah alfatihah, mintanya surah annaba’ satu sampai
enam. Ya sudahlah diikuti. Gak sampe sepuluh menit bilang dah capek. Anak-anak tetap
anak-anak. (ayo inhale exhale lagi).
Sabar maakk...
Demikian cerita kami kali ini…
Salam
LinRaNa Mom
Jangan menyerah Bun
BalasHapusSumangedh 😘
cemungudh....
HapusKalau saya nanti punya anak, saya mau homeschool aja,, idah tau sekali sistem sekolah umum waktu saya sekolah dulu terlalu menyakitkan ahaha hanya saja minusnya, takut kurang bersosial tak punya teman.
BalasHapusSbnrnya, sekolah pun kekmana mau bersosial mak, istirahat aja cuma 10 menit. Itupun pada nge gadget..
HapusAnak saya pulangnya bawa kosa kata baru yg kadang agak tak pantas mnrt saya..
Sosialisasi di rmh lbh terawasi. Kan ada ibu ayah, kakak adek, jauh dikit sepupu, om tante.. Mau lbh luas lagi ikutan komunitas heheheh
Bacanya jadi nambah pwngalaman sendiri, walau ga punya anak.... baru ingat juga pasangan blum ada 😑
BalasHapus🍬💐
HapusAku masih belum terlalu paham tentang homeschooling kak. Mungkin nanti cari referensi tentang homeschooling san kemudian, bisa diterapkan untuk ponakan.
BalasHapusBtw suka banget deh sama ini cerita. Kayak menggambarkan aku dulu. Aku maunya A, Orangtua maunya B. Tapi tetap yang dituruti yang kemauannya aku. Hahaha
tarik nafas.. hembuskan. sabar mak.. dirimu tak sendiri. wkwkwk
BalasHapusGacil dulu belajar sebelum masuk SD sama mamak kak. Jadi dulu gak TK. Tapi, alhamdulillah bisa tulis dan baca waktu SD berkat diajari mamak. Walaupun sambil nangis2 haha
BalasHapusBelajar buat saya nie, kak....hehehe
BalasHapusSabar mbak.... 😊
BalasHapuskarena sejatinya ibu adalah madrasah anak, bukan sekolaah umum atau swasta yg mihil2 ituh, Btw saya juga mendukung sekolah home schooling daripada sekolah umum, dan sepertinya untuk masa depan si anak saya fokuskan kepada skillnya saja, maybe seni atau lainnya.
BalasHapusbtw thank u kak, sharing nya meskipun menurut sy masih beda dengan cara saya mendidik anak murid sy dulu hehehe
alhamdulillah,, bisa jadi ide buat nanti ketika punya anak
BalasHapus