Emak
Juga Manusia
Baru-baru
ini saya membaca tulisan super dari seseorang yang bernama Santy Musa, S.Psi.
beliau adalah seorang ibu rumah tangga dan penulis lepas yang menyukai dunia
wanita dan hal-hal yang berhubungan dengan eksistensialisme. Beliau juga telah
menerbitkan beberapa buku dan menjadikan kegiatan menulis sebagai penjaga
pikiran. Dapat ditemui di Twitter @qonitamusa dan Facebook Santy Martalia Musa.
Dalam
tulisannya yang berjudul ‘Seorang Ibu Boleh Marah’, setelah membacanya saya merasa perasaan menjadi lebih ringan.
Untuk
itu saya ingin menuliskan kembali tulisannya itu dengan bahasa saya sendiri dan
berbagi dengan para ibu khususnya.
Akan ada beberapa kutipan yang saya ambil dari tulisan beliau yang menurut saya sangat mencerahkan.
Akan ada beberapa kutipan yang saya ambil dari tulisan beliau yang menurut saya sangat mencerahkan.
Cekidot
ya mak..
Seringkali
dalam sebuah pertemuan ibu-ibu, seseorang nyeletuk, “Dengan anak harus lembut
ya, Bu. Jangan sampai di tempat umum terlihat lembut tapi di rumah anak-anak
diteriakin”.
Tapi
tau gak mak, kenyataannya di depan umum saat anak berulah, saya bilang ‘Sayang,
jangan dong’, dengan lemah lembut
Tapi di rumah? hiks... kayak ibu tiri.
Tapi di rumah? hiks... kayak ibu tiri.
Membayangkan
kelakuan saya itu dada saya langsung terasa sesak. Help Me!
Iyes!
Pada satu titik, keadaan itu terasa “gue banget”. Artinya, kadang saya begitu
(eh gak kadang denk, sering!). Saya dengan otomatis akan mengatakan, “Iya ya.
Seharusnya saya tidak begitu. Saya harus lebih baik dalam menjadi seorang ibu.”
Lalu
saya pun akan merasa bersalah, sedih, karena saya merasa belum menjadi ibu yang
baik.
Berhari-hari menjadi drama queen dengan peran “ibu yang tak sempurna”.
Berhari-hari menjadi drama queen dengan peran “ibu yang tak sempurna”.
Ya!
Semua itu terjadi tak lama setelah “instropeksi diri”.
Salahkah
kalau kita instropeksi diri?
Tidak.
Masalahnya,
yang perlu instropeksi diri bukan hanya saya! Bukan hanya Kita!
Orang
Lain Pun Perlu Instropeksi Diri
Ibu Santi Martalia Musa mengatakan “Saya cenderung akan menyuruh ibu yang bicara di atas tadi untuk menyunting kembali redaksional yang dipilih. Saya membayangkan, berapa banyak ibu yang akan terluka mendengar kata-kata itu?”
Saya
setuju. Karena saya (bukan) terluka. Tapi merasa sangat bersalah dan jadi menyalahkan diri sendiri.
Beban
seorang ibu tidaklah semudah dengan mengatakan “di luar begini di rumah kok
gitu”.
Saya beberapa kali upload foto anak yang lagi tertawa ceria ataupun tersenyum
manis di medsos. Dikomentari sama sanak saudara, sahabat, rekan rumpi, tetangga
sebelah, sampai teman SD. Padahal satu jam yang lalu saya berteriak marah sama
anak manis itu.
Ketika ada yang komen, dan saya baca komennya, saya tersadar (lagi), bahwa sesungguhnya saya sangat mencintai
anak-anak manis itu. Lalu saat mereka tertidur, saya menciumi mereka dengan
penuh penyesalan. Saya meminta maaf pada anak-anak saya dalam kebisuan dengan
air mata meleleh-leleh. Dan berjanji (lagi) pada diri sendiri untuk tidak
mengulanginya.
Adakah
yang seperti saya?
Mak!
Itu sudah bagus, masih ada penyesalan yang datang, percayalah!
Seorang
Ibu Bisa Lelah
Berapa
banyak ibu-ibu yang kelelahan dan ingin mendapat kedamaian daripada celaan?
Tidak
ada ibu yang sempurna lho.
Tidak
semua ibu memiliki kemewahan seperti memiliki beberapa pembantu atau baby
sitter. Memiliki bermacam fasilitas yang memudahkan mereka
untuk tidak merasa kelelahan lahir dan batin.
Tidak
semua ibu memiliki keluarga yang harmonis yang mampu membuat mereka menjadi
pejuang tangguh yang tanpa cela.
Tidak
semua ibu bla … bla … bla …
No
excuse, dong! Atasi dulu masalah kamu mak. Tetap selamatkan anak-anak!
Betul.
Itu mulia. Kita akan memiliki banyak cara untuk menyelamatkan anak-anak. Tapi
sudahkah berpikir bahwa kita dulu yang harus diselamatkan agar anak-anak kita selamat? dan lingkungan sekitar yang suka nge-judge itu juga punya andil untuk menyelamatkan anak-anak secara tidak langsung.
Ada
banyak cara bagi ibu untuk mengerti bahwa mereka kurang sempurna, bahwa mereka
harus belajar untuk menjadi ibu yang lebih lagi.
Percayalah saat seorang ibu sudah rela menepikan hobinya berkumpul bersama teman-temannya di warung kopi eksekutif dimana mereka melakukannya untuk bersenang-senang alih-alih me-time, saat mereka rela memakai tabungannya untuk membeli kebutuhan anak-anaknya daripada sekedar mewujudkan incaran skincare 'wah' yang sangat diidamkan, saat mereka sedikit meringis karena tidak bisa datang ke kopdar komunitas karena gak nemu orang yang bisa dimintai tolong menemani anak-anaknya (pengalaman pribadi uhuy).
Jangankan hal-hal mewah seperti itu, mau ke kamar mandi saja susah! Harus bawa anak masuk ke dalam.
Percayalah saat seorang ibu sudah rela menepikan hobinya berkumpul bersama teman-temannya di warung kopi eksekutif dimana mereka melakukannya untuk bersenang-senang alih-alih me-time, saat mereka rela memakai tabungannya untuk membeli kebutuhan anak-anaknya daripada sekedar mewujudkan incaran skincare 'wah' yang sangat diidamkan, saat mereka sedikit meringis karena tidak bisa datang ke kopdar komunitas karena gak nemu orang yang bisa dimintai tolong menemani anak-anaknya (pengalaman pribadi uhuy).
Jangankan hal-hal mewah seperti itu, mau ke kamar mandi saja susah! Harus bawa anak masuk ke dalam.
Percayalah, saat itu terjadi, mereka adalah ibu-ibu yang baik yang bisa saja berteriak kepada anak-anaknya. (kata Ibu Santi Musa)
Jangan
Dengarkan Orang Yang Hobi Menghakimi
Makanya,
punya anak jangan banyak-banyak. Satu saja susah.
OMG!
Itu pilihan kita, Mak.
So
natural! Seorang ibu memiliki emosi: marah, sedih, senang, kecewa, bahagia,
dll. Terkadang, orang lainlah yang perlu memperbaiki dirinya. Bukan hanya ibu saja yang ditunjuk-tunjuk!
Orang
berbusa-busa menjelaskan bagaimana sebuah teriakan bisa mematikan berjuta sel
di otak anak, betapa teriakan bisa menumbuhkan kecemasan pada perkembangan
emosional anak.
Tapi jangan lupakan!
Bahwa kecemasan seorang ibu juga bisa memengaruhi pertumbuhan emosional anak-anak.
Saat mereka belajar, bagaimana ibu mereka bereaksi terhadap suatu masalah dengan perilaku kecemasan.
Dan tahukah, kalau kecemasan ini justru datang karena ia sangat ingin menjadi ibu yang sempurna bagi anaknya, tapi ia merasa gagal.
Tapi jangan lupakan!
Bahwa kecemasan seorang ibu juga bisa memengaruhi pertumbuhan emosional anak-anak.
Saat mereka belajar, bagaimana ibu mereka bereaksi terhadap suatu masalah dengan perilaku kecemasan.
Dan tahukah, kalau kecemasan ini justru datang karena ia sangat ingin menjadi ibu yang sempurna bagi anaknya, tapi ia merasa gagal.
Jadi
mak, kita jangan ikut berada dalam situasi yang menekan ibu lain, okey? Karena saya pribadi, sangat tau bagaimana rasanya.
Insting
Seorang Ibu Adalah “Menjadi Ibu yang Baik”
Saya
sendiri pernah merasakan kalau emosi saya lebih tertata saat saya berada di
tempat umum.
Saya merasa tidak sendirian.
Saya lebih bisa tenang menghadapi anak-anak.
Mungkin keramaian di tempat umum bisa dikatakan menjadi rem untuk kita meneriaki anak kita.
Lebih terkontrol gitu, mungkin karena gak enak kelihatan marah-marah ke anak di depan khayalak.
Saya merasa tidak sendirian.
Saya lebih bisa tenang menghadapi anak-anak.
Mungkin keramaian di tempat umum bisa dikatakan menjadi rem untuk kita meneriaki anak kita.
Lebih terkontrol gitu, mungkin karena gak enak kelihatan marah-marah ke anak di depan khayalak.
Tetapi apabila ada seorang ibu yang memarahi anaknya di tempat umum, jangan pernah hakimi mereka ya mak.
Barangkali mereka sedang berada pada sisi depresifnya. Jika tidak dapat membantu, lebih baik kita diam.
Saya
justru berpikir, dengan insting keibuan kita, banyak wanita itu sebenernya tahu kalau dirinya salah
atau benar.
Banyak wanita yang setidaknya memiliki alarm alami untuk sekedar bertanya: saya benar atau tidak ya?
Disitulah titik dimana dia ingin menjadi sempurna.
Di situlah terletak kesadaran untuk membaca atau berdiskusi dengan sesama teman tentang bagaimana menjadi seorang ibu yang baik, bagaimana agar anak berkepribadian kuat, dan “bagaimana” lainnya yang mampu menyelamatkan anak-anak dari pengasuhan yang salah.
Banyak wanita yang setidaknya memiliki alarm alami untuk sekedar bertanya: saya benar atau tidak ya?
Disitulah titik dimana dia ingin menjadi sempurna.
Di situlah terletak kesadaran untuk membaca atau berdiskusi dengan sesama teman tentang bagaimana menjadi seorang ibu yang baik, bagaimana agar anak berkepribadian kuat, dan “bagaimana” lainnya yang mampu menyelamatkan anak-anak dari pengasuhan yang salah.
Kesadaran
inilah celah pengetahuan.
Saat kita siap menerima pengetahuan (baik dengan teori maupun pengalaman), saat itulah nilai-nilai berkembang dalam diri kita.
Walau kita berteriak, “sebaiknya begini, sebaiknya begitu,” sungguh, hanya akan melelahkan bagi kita semua.
Yang berteriak tentang idealisme merasa frustrasi, yang diteriaki juga merasa gagal. Karena menanggung perasaan cemas.
Saat kita siap menerima pengetahuan (baik dengan teori maupun pengalaman), saat itulah nilai-nilai berkembang dalam diri kita.
Walau kita berteriak, “sebaiknya begini, sebaiknya begitu,” sungguh, hanya akan melelahkan bagi kita semua.
Yang berteriak tentang idealisme merasa frustrasi, yang diteriaki juga merasa gagal. Karena menanggung perasaan cemas.
Siapa
yang menjamin perilaku cemas akan membuat seseorang nyaman?
Tidak. Kita akan lebih sering berteriak karena panik.
Seorang
ibu selalu ingin menjadi yang terbaik, meskipun tidak sempurna.
So, jangan jadikan rasa bersalah akibat ekspresi marah sebagai label bahwa kita bukan seorang ibu yang baik, ya mak. Teruslah berproses dengan mendengarkan insting keibuan yang telah diberikan Allah.
So, jangan jadikan rasa bersalah akibat ekspresi marah sebagai label bahwa kita bukan seorang ibu yang baik, ya mak. Teruslah berproses dengan mendengarkan insting keibuan yang telah diberikan Allah.
Seperti
yang pernah saya tuliskan, kutipan dari unknown
“Mom,
parenting is not easy! If it’s easy, then you doing it wrong.”
Salam
Emak'e LinRaNa
Isss kak vivi,, sama kali lah itu kak sama yang awak rasa.
BalasHapusIbu tetep boleh marah, tapi tetep dengan gaya yang anggun, ccie cie..
kadang memang awak lebih senang marah ketimbang dulu. walaupun dulu juga pernah merepet. tapi gk sesering sekarang. luarbiasa memang. kadang marahnya kita mak emak ini marah buat ngeluapin semua yang tak terucap yakan kak. isi hati mak emak kali lah ulasan kakak ini. hehehe
BalasHapusMarah itu wajar kan ya, tapi tetap harus bisa dikondisikan marahnya. Kalo nggak dikeluarin juga jadi nyesek sendiri. Ada yang bilang, keluarinnya ke Allah aja. Tapi namanya manusia, ada kalanya lupa. Ahh,, mamak juga manusia, wkwk
BalasHapusIya setuju, darpada sibuk menghakimi padahal tidak tahu duduk persoalan kenapa seorang emak memarahi anaknya di tempat umum lebih baik memilih untuk diam. Kecuali sudah menggunakan kekerasan baru deh membantu sebisa apa.
BalasHapusBaca judulnya jadi pengen nyanyi... "Emak juga manusia, punya rasa punya hati. Jangan samakan dengan pisau belati." he..he..he...
"If it’s easy, then you doing it wrong.”
BalasHapusWell said Mbak. Semangat buat buibu yang selalu berjuang setiap hari menjadi Ibu yang terbaik. Aku sendiri baru jadi Tante, yang sempat merasakan juga untuk selalu berusaha menjadi Tante yang baik, sabar, dan tetap cantik saat marah huaaa.. Pokoknya semangat ya buibu muah muah
Kwkwkkwkw teteup cantik saat marah...
HapusGud aidia
Parenting is not easy! If it’s easy, then you doing it wrong.”
BalasHapusSuka sekali sama quoted ini...Justru kalau enggak oernah marah ibunya, si anak pasti meraja jadinya. manja...dan ada sifat buruk lainnya (menurutku sih).
Marah tetap perlu dengan pilihan redaksional yang pas pastinya :)
Ini pas banget dengan yang aku alami, memang kalau ibu itu juga bisa lelah dan menjadi emosi sering omelin anak2nya, tapi omelan ibu itu ga berlangsung lama, bukan berarti benci anaknya, kadang orang hanya bisa menasehati, padahal mereka sendiri ga tau perjuangan kita sebagai ibu berbeda2
BalasHapusItu sebabnya ada istilah "baby blues" kak. Apalagi masa-masa awal menjadi seorang ibu. Walau belum menjadi seorang ibu, ilmu seperti ini perlu dikuasai. Tugas seorang ibu memang luar biasa tanggungjawabnya. Perlakuan terhadap anak juga membentuk sifat dan kepribadian anak. Akhir2nya juga banyak dilakukan "Trauma Healing" untuk ibu (jadi TH bukan saja untuk mereka yang baru saja terkena bencana). Itu diperlukan agar pola mendidik anak yang salah, tidak terulang kembali di kehidupan anaknya.
BalasHapusPaling gak suka kalau ada judging ke emak-emak, dan dari emak-emak juga. Padahal sesama ibu, tapi masih ada judge yang bikin hati hancur dan meninggalkan jejak luka. Hiks
BalasHapussaya harus sering-sering baca tulisan seperti ini buat bisa lebih memahami emak-emak
BalasHapuslakilaki suka ngejudge sesuatu tanpa perasaan yang mendalam soalnya
udah paling juara siy emak, gk boleh dilawan sedikitpun, jasanya dan perhatian,
BalasHapusOh Mbak Santi yang dulu tinggal di Depok dan sekarang tinggal di Riyadh ya?
BalasHapusYaaaa, emak2 boleh marah aku setuju wkwkwk, soalnya kalau gk gtu hedeh kita gak bisa "melampiaskan" esmosi :( malah jd depresi :(
Menurutku marah sebatas kyk mata mendelik, meninggikan nada suara sesekali dibutuhkan, asal jgn main fisik atau mengumpat dengan kata kasar.
Benar sekali ini, Mbak. Terkadang malah orang lain yang seakan lebih tau soal seputar anak kita. Harusnya beginiz begitu. Padahal kita yang lebih tahu ya, karena menghadapi sehari-hari.
BalasHapusMemang tidak ada Ibu yang sempurna, Tapi setiap Ibu, selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya.
aku mah percaya kalau ummi selalu berusaha yang terbaik untuk anaknya, dan aku sebagai anak selalu menjadi garda terdepan ketika ummi diomonngi orang. Dan beliau selalu bilang "ham, kamu disampingku maka insyaAllah semuanya akan baik-baik saja. termasuk tidak ada lagi gunjingan orang"
BalasHapusSetuju sekali... Ibu juga manusia. Dan beban mengurus anak dan rumah tangga seperti tidak ada habisnya. Yang pasti seorang ibu pasti ingin selalu memberi yang terbaik untuk anak2nya...
BalasHapusSayangnya tidak semua orang cukup paham,bahwa TIDAK ADA YANG SALAH DENGAN EMOSI. Iya,marah,sedih,itu semua baik. Semua emosi baik. Yang membuat dia bisa menajdi buruh adalah cara penyampaiannya. Mangkanya seorang ibu harus berdamai dengan diri sendiri dulu,dan masalahnya. Saya ini PPD mba. Tidak sekali dua jali saya mencoba bunuh diri dan ingin membunuh anak saya. Saya bukannya ingin menyalahkan mulut orang lain yang memicu saya. Atau kurang dekatya saya dengan tuhan. Tapi seiring berjalannya waktu,belajar "budek" menjadi life skill.
BalasHapusKeren banget deh tulisan yang di akhir.
BalasHapusIbu boleh merasa marah, asal jangan marah-marah. Kalo pun ibu jadi marah-marah, jangan balik marahi ibu...
.
Intinya,silap itu wajar dan bisa dimaafkan ya Mak.
.
Anyway,pas tadi baca judulnya, eyk jadi auto nyanyi mak
Speechless awak kak, benar kali ini berusaha jadi ibu yg baik itu cita2 kita kan kak, next berusaha jadi ibu yg anggun juga ketika marah hehe
BalasHapusAh enaknya jd ibuk2. Hihii lagian ada koq kk cara buat emak kembali normal jd manusia hehee, ikut trip wakakaka
BalasHapusAnakku kalau liat emaknya marah, lgsg ambil bukuku yg judulnya Marah Yang Bijak. Suruh baca halaman² yang dulu pernah kutandai. Alhasil hilanglah marah awak, wkwk.... Jd ibu enjoyyyyyy aja. Tfs Mom Lin & Rana
BalasHapusHaha Lin n Rana ya..
HapusSbnrnya itu tiga suku kata mba..
Lin Ra & Na hehehe
Di paragraf awal jadi pengen nangis bacanya kak. Walau Gacil belum menjadi seorang ibu, tapi kenapa kerasa gitu ya di hati. Sebenarnya, sih marah itu memang wajar asal tidak main fisik gitu. Kan ada juga ibu-ibu yang marah sambil mukul dan menjiwit anaknya. Dan marahin anak di pagi hari, kata mamak Gacil di gak bagus buat si anak. Takutnya ia jadi anak yang pemarah pula besarnya. But, terimakasih kak hari ini Gacil dapat ilmu parenting.
BalasHapusJangankan mamak2. Kakak2 aja suka marah sm adeknya. Rasanya berat kaliii mau lemah lembut itu yaAllah
BalasHapusBener mak, ibu juga manusia biasanya yang punya emosi termasuk marah. KAdang yang bikin merasa bersalah itu ketika kita tahu efek dari kemarahan kita kepada anak tapi masih kita lakukan.
BalasHapusApakah ini termasuk curhatn seorang emak2 hehheeh..
BalasHapusYa namanya juga manusia pasti bnyak slah dan khilap...
Ketika ketika emosi dan marah besar baru kemudian mnyesall...
Itu hal yang biasa terjadi pada setiap manusia..
Hehheehhe
Baca judulnya auto nyanyi kak
BalasHapusEmak juga manusia
Punya rasa punya hati 🎶
Emang betol itu, habis marah-marah terbitlah penyesalan 😅
Hari gini masih mau dengeri omongan orang yang suka menghakimi? Hahahaha... Alfie aja udah kagak peduli kak.
BalasHapusEmak itu seperti alarm atau jam. Ga pernah lelah mengingati anaknya.
Kalau saya memang memilih untuk whatever dengan yang dikatakan orang lain, dan nggak mau ikut campur urusan orang lain, jadi biasanya saya cuman akan mendoakan saja agar si ibu kuat aamiin.
BalasHapusKondisi tiap orang itu beda sih, ga bisa dipaksa jadi bidadari semuanya :)